Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) untuk lelaki dan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) untuk perempuan menjadi awal berdirinya ormas Nahdlatul Wathan.
“Pulau Lombok, tanpa kehadiran Nahdlatul Wathan (NW), masih akan berada pada alam kejahiliyahan,” itulah salah satu kalimat dari Alamsjah Ratoe Prawiranegara, menteri agama periode 1978-1983, saat perayaan milad Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI), masa itu.
Saat itu, pemerintahan Presiden Soeharto mengakui pesatnya perkembangan cabang-cabang perjuangan dan Madrasah NWDI dan NBDI. Bahkan, pada awal tahun 1953, tercatat kedua madrasah tersebut telah memiliki 66 cabang yang tersebar di wilayah Pulau Lombok.
Itulah cikal bakal organisasi massa Nahdlatul Wathan atau dalam bahasa Indonesia ‘kebangkitan bangsa’, selanjutnya disingkat NW. Sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah. Didirikan oleh Kiai Hamzanwadi, akronim dari Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Diniyah Islamiyah pada 15 Jumadil Akhir 1372 H, bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 M.
NW merupakan perpanjangan tangan dari dua madrasah yang telah didirikan jauh sebelum masa kemerdekaan, yaitu Madrasah NWDI untuk kaum Adam, dan Madrasah NBDI untuk kaum Hawa. NWDI didirikan pada 15 Jumadil Akhir 1356 H atau 22 Agustus 1936 M. Sedangkan, Madrasah NBDI didirikan pada 15 Jumadil Akhir 1362 H atau 21 April 1943 M.
“Tujuan didirikannya kedua madrasah tersebut untuk meninggikan titah Allah dan memuliakan agama Islam dan umatnya,” kata Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Untuk merealisasikan misi dakwah Nahdlatul Wathan, Kiai Hamzanwadi selalu berdakwah dengan memegang prinsip “falsafah matahari” yang tak pernah mengenal istirahat. Media dakwah yang dilakukan dengan dua macam.
Pertama, dakwah yang langsung dipimpinnya dikenal dengan istilah Majlis Dakwah Hamzanwadi. Kedua, dakwah yang dipimpin murid-muridnya, yakni para tuan-guru (kiai) yang tersebar di seluruh pelosok Pulau Lombok yang dikenal dengan Majlis Ta'lim Hamzanwadi.
Karena kegigihannya berdakwah, Hamzanwadi terkenal dengan gelar Abu al-Madaris wa al-Masajid (bapak pengayom masjid-masjid dan madrasah-madrasah). Ia dikenal sebagai bapak perintis madrasah dengan sistem klasikal di Pulau Lombok. Pada saat itu, sistem tersebut masih dianggap suatu yang haram (bid’ah sayyi’ah). Ia dikenal pula dengan sebutan Abul Barakat Wannafahat , yaitu bapak yang menjadi sumber segala kebaikan dan keberkahan serta menaburkan bau harum yang semerbak dari sebutan nama besar dan perjuangan organisasinya yang datang dari sinar keimanan, ketakwaan, kesalehan, dan keikhlasan beliau.
Menteri Agama Alamsjah Ratoe Prawiranegara mengakui Nahdlatul Wathan tidak bisa dipisahkan dengan figur Kiai Hamzanwadi sebagai pendirinya. Sekolah-sekolah agama di NTB mayoritas milik Nahdlatul Wathan. Sehingga, NW juga identik dengan perjuangan NTB dalam bidang pendidikan dan dakwah agama Islam.
“Tanpa mengecilkan organisasi massa Islam lainnya, namun pengaruh NW memang begitu kuat di NTB,” ujar Alamsjah.
Kalimat Allah
Bersamaan dengan perkembangan Madrasah NWDI dan NBDI maka dibuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta lambang organisasi pada Ahad, 15 Jumadil Akhir 1376 H, bertepatan dengan 1 Maret 1953 M. Saat itulah organisasi massa Nahdlatul Wathan (NW) secara resmi dideklarasikan oleh Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di Pancor, Lombok Timur, NTB.
Berikutnya, pada 22-24 Agustus 1955 di Pancor, Lombok Timur, diadakan Muktamar I Nahdlatul Wathan. Muktamar I antara lain mengeluarkan keputusan-keputusan mengenai susunan Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW), pengesahan lambang organisasi yang terpisah dari lambang Madrasah NWDI, serta penetapan kedudukan PBNW di Pancor, Lombok Timur.
Sebagai sebuah organisasi formal, eksistensi Nahdlatul Wathan mendapatkan legalitas yuridis untuk mengembangkan organisasinya ke seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Sehingga, setelah 1960, maka terbentuklah Pengurus Nahdlatul Wathan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Riau, dan lain–lain.
Organisasi berlambang bulan bintang bersinar lima dengan warna gambar putih dan warna latar belakang hijau itu menganut paham akidah Islam Ahlussunah wal Jamaah ala mazhab al-Imam asy-Syafi’i dan berasaskan Pancasila sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985. Sejak awal berdirinya, organisasi berasaskan Islam dan kekeluargaan. Asasnya berlaku hingga Muktamar III dan kemudian diganti dengan Islam Ahlussunah wal Jamaah ala mazhab al-Imam asy-Syafi’i. Perubahan ini terjadi mengingat khitah perjuangan kedua madrasah induk, NWDI dan NBDI.
Adapun tujuan organisasi ini adalah li I’lâi kalimatillah waIzzi al-Islâm wa al-Muslimîn (untuk meninggikan kalimat Allah dan memuliakan Islam dan kaum Muslimin) dalam rangka mencapai keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran Islam Ahlussunah wal Jamaah ala mazhab al-Imam asy-Syafi’i RA. “Tujuan ini merupakan penggabungan dari tujuan organisasi dan asas organisasi sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 diberlakukan,” kata Rais Aam Dewan Mustasyar PBNW TGH Yusuh Ma’mun di Pancor, Lombok Timur, baru-baru ini.
Ada pun ruang lingkup usaha organisasi Nahdlatul Wathan seperti termuat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran melalui pondok pesantren, diniyah, madrasah/sekolah di tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, kursuskursus, serta meningkatkan dan menyempurnakan pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan.
Selain itu, menyelenggarakan kegiatan sosial, seperti panti asuhan, asuhan keluarga, rubath/ pondok/ asrama pelajar/ mahasiswa, pos kesehatan, pondok pesantren, balai pengobatan, balai kesehatan ibu dan anak, klinik keluarga sejahtera, dan rumah sakit. Termasuk menyelenggarakan dakwah Islamiyah melalui pengajian (majelis dakwah/ majelis taklim) tabligh, penerbitan, pengembangan pusat informasi pondok pesantren, dan media lainnya.
“Pulau Lombok, tanpa kehadiran Nahdlatul Wathan (NW), masih akan berada pada alam kejahiliyahan,” itulah salah satu kalimat dari Alamsjah Ratoe Prawiranegara, menteri agama periode 1978-1983, saat perayaan milad Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI), masa itu.
Saat itu, pemerintahan Presiden Soeharto mengakui pesatnya perkembangan cabang-cabang perjuangan dan Madrasah NWDI dan NBDI. Bahkan, pada awal tahun 1953, tercatat kedua madrasah tersebut telah memiliki 66 cabang yang tersebar di wilayah Pulau Lombok.
Itulah cikal bakal organisasi massa Nahdlatul Wathan atau dalam bahasa Indonesia ‘kebangkitan bangsa’, selanjutnya disingkat NW. Sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah. Didirikan oleh Kiai Hamzanwadi, akronim dari Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Diniyah Islamiyah pada 15 Jumadil Akhir 1372 H, bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953 M.
NW merupakan perpanjangan tangan dari dua madrasah yang telah didirikan jauh sebelum masa kemerdekaan, yaitu Madrasah NWDI untuk kaum Adam, dan Madrasah NBDI untuk kaum Hawa. NWDI didirikan pada 15 Jumadil Akhir 1356 H atau 22 Agustus 1936 M. Sedangkan, Madrasah NBDI didirikan pada 15 Jumadil Akhir 1362 H atau 21 April 1943 M.
“Tujuan didirikannya kedua madrasah tersebut untuk meninggikan titah Allah dan memuliakan agama Islam dan umatnya,” kata Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Untuk merealisasikan misi dakwah Nahdlatul Wathan, Kiai Hamzanwadi selalu berdakwah dengan memegang prinsip “falsafah matahari” yang tak pernah mengenal istirahat. Media dakwah yang dilakukan dengan dua macam.
Pertama, dakwah yang langsung dipimpinnya dikenal dengan istilah Majlis Dakwah Hamzanwadi. Kedua, dakwah yang dipimpin murid-muridnya, yakni para tuan-guru (kiai) yang tersebar di seluruh pelosok Pulau Lombok yang dikenal dengan Majlis Ta'lim Hamzanwadi.
Karena kegigihannya berdakwah, Hamzanwadi terkenal dengan gelar Abu al-Madaris wa al-Masajid (bapak pengayom masjid-masjid dan madrasah-madrasah). Ia dikenal sebagai bapak perintis madrasah dengan sistem klasikal di Pulau Lombok. Pada saat itu, sistem tersebut masih dianggap suatu yang haram (bid’ah sayyi’ah). Ia dikenal pula dengan sebutan Abul Barakat Wannafahat , yaitu bapak yang menjadi sumber segala kebaikan dan keberkahan serta menaburkan bau harum yang semerbak dari sebutan nama besar dan perjuangan organisasinya yang datang dari sinar keimanan, ketakwaan, kesalehan, dan keikhlasan beliau.
Menteri Agama Alamsjah Ratoe Prawiranegara mengakui Nahdlatul Wathan tidak bisa dipisahkan dengan figur Kiai Hamzanwadi sebagai pendirinya. Sekolah-sekolah agama di NTB mayoritas milik Nahdlatul Wathan. Sehingga, NW juga identik dengan perjuangan NTB dalam bidang pendidikan dan dakwah agama Islam.
“Tanpa mengecilkan organisasi massa Islam lainnya, namun pengaruh NW memang begitu kuat di NTB,” ujar Alamsjah.
Kalimat Allah
Bersamaan dengan perkembangan Madrasah NWDI dan NBDI maka dibuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta lambang organisasi pada Ahad, 15 Jumadil Akhir 1376 H, bertepatan dengan 1 Maret 1953 M. Saat itulah organisasi massa Nahdlatul Wathan (NW) secara resmi dideklarasikan oleh Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di Pancor, Lombok Timur, NTB.
Berikutnya, pada 22-24 Agustus 1955 di Pancor, Lombok Timur, diadakan Muktamar I Nahdlatul Wathan. Muktamar I antara lain mengeluarkan keputusan-keputusan mengenai susunan Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW), pengesahan lambang organisasi yang terpisah dari lambang Madrasah NWDI, serta penetapan kedudukan PBNW di Pancor, Lombok Timur.
Sebagai sebuah organisasi formal, eksistensi Nahdlatul Wathan mendapatkan legalitas yuridis untuk mengembangkan organisasinya ke seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Sehingga, setelah 1960, maka terbentuklah Pengurus Nahdlatul Wathan di Bali, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Riau, dan lain–lain.
Organisasi berlambang bulan bintang bersinar lima dengan warna gambar putih dan warna latar belakang hijau itu menganut paham akidah Islam Ahlussunah wal Jamaah ala mazhab al-Imam asy-Syafi’i dan berasaskan Pancasila sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985. Sejak awal berdirinya, organisasi berasaskan Islam dan kekeluargaan. Asasnya berlaku hingga Muktamar III dan kemudian diganti dengan Islam Ahlussunah wal Jamaah ala mazhab al-Imam asy-Syafi’i. Perubahan ini terjadi mengingat khitah perjuangan kedua madrasah induk, NWDI dan NBDI.
Adapun tujuan organisasi ini adalah li I’lâi kalimatillah waIzzi al-Islâm wa al-Muslimîn (untuk meninggikan kalimat Allah dan memuliakan Islam dan kaum Muslimin) dalam rangka mencapai keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran Islam Ahlussunah wal Jamaah ala mazhab al-Imam asy-Syafi’i RA. “Tujuan ini merupakan penggabungan dari tujuan organisasi dan asas organisasi sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 diberlakukan,” kata Rais Aam Dewan Mustasyar PBNW TGH Yusuh Ma’mun di Pancor, Lombok Timur, baru-baru ini.
Ada pun ruang lingkup usaha organisasi Nahdlatul Wathan seperti termuat dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran melalui pondok pesantren, diniyah, madrasah/sekolah di tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, kursuskursus, serta meningkatkan dan menyempurnakan pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan.
Selain itu, menyelenggarakan kegiatan sosial, seperti panti asuhan, asuhan keluarga, rubath/ pondok/ asrama pelajar/ mahasiswa, pos kesehatan, pondok pesantren, balai pengobatan, balai kesehatan ibu dan anak, klinik keluarga sejahtera, dan rumah sakit. Termasuk menyelenggarakan dakwah Islamiyah melalui pengajian (majelis dakwah/ majelis taklim) tabligh, penerbitan, pengembangan pusat informasi pondok pesantren, dan media lainnya.