TERUPDATE

Recent Posts

Meneladani Sosok Muhammad Zainudin Abdul Madjid

Saturday, June 16, 2018
Tuan Guru Maulana Syaikh lahir di Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada 5 Agustus 1898 dan meninggal pada 21 Oktober 1997. Ulama besar pada masanya ini meninggal pada usia 99 tahun.

Gelar Tuan Guru di Lombok adalah sebutan yang diberikan oleh masyarakat bagi pemimpin agama yang berperan dalam membina, mengayomi, serta menumbuhkan nilai-nilai keagamaan dan sosial di masyarakat. Seperti di Jawa dikenal dengan sebutan Kyai.

Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memiliki nama kecil Muhammad Saggaf. Saggaf yang berarti atapnya para wali pada zamannya. Nama itu diberikan oleh ayahnya, TGH Abdul Madjid.

Pada zaman penjajahan, Maulana Syaikh mendirikan NWDI (Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah), yaitu madrasah khusus menerima murid laki-laki pada 22 Agustus 1937 dan NBDI (Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah) madrasah khusus untuk perempuan pada 21 April 1943 di Lombok.

Dengan berdirinya NWDI dan NBDI itu Maulana Syaikh menjadikannya sebagai pusat pergerakan kemerdekaan. Tujuannya tak lain sebagai bentuk membela Tanah Air dan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

Menurut Wakil Ketua Tim Pengkaji dan Peneliti Gelar Nasional Prof. Dr. Anhar Gonggong, Muhammad Zainudin Abdul Madjid adalah pahlawan hebat.

"Beliau banyak membangun pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan lainnya. Sepanjang hidupnya beliau terus berjuang memberikan bekal pendidikan kepada anak-anak muda zaman sekarang, adalah kehebatan luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang lain," katanya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (9/11/17).

Menurut sejarawan Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pada 1996-1999 ini, Muhammad Zainudin atau Maulana Syaikh asal NTB mempunyai kepedulian yang tinggi kepada masyarakat untuk keluar dari kebodohan dan keterbelakangan.

"Maulana Syaikh berhasil membangun dan menciptakan manusia yang tidak hanya beragama, tetapi juga berakal budi dan cinta tanah air. Itulah nilai-nilai kepahlawanan yang paling utama," tuturnya.

Seperti diketahui, kemarin di Istana Negara, Presiden Joko Widodo memberikan penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada 4 pahlawan, yaitu Laksamana Malahayati (Aceh), Lafran Pane (Sumatera Utara), Mahmud Riayat Syah (Riau), dan satu lagi adalah Muhammad Zainudin Abdul Madjid asal Nusa Tenggara Barat.

Penganugerahan gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada 4 pahlawan ini berdasarkan Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 115/TK/Tahun 2017, yaitu putusan tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Menurut Anhar Gonggong, dengan ditetapkannya Muhammad Zainudin Abdul Madjid sebagai pahlawan nasional, generasi muda NTB diharapkan mampu meneladani sosok yang juga memiliki nama lain Hamzanwadi (Haji Muhammad Zainudin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah).

Ia juga berpesan agar generasi muda NTB terus memperkuat dan menyiapkan diri dengan pendidikan, berusaha menguasai teknologi serta menyiapkan diri untuk mampu bersaing sekaligus mampu menyiapkan untuk pandai bekerja sama.

Anhar menambahkan bahwa selama ini orang hanya meneriakkan untuk bekerja dan bersaing, tetapi bersaing belum tentu bisa menjalin kerjasama.

"Jika hanya bersaing dan tidak mampu bekerja sama, bagaimana mungkin bisa mencapai hasil yang maksimal," tegasnya.

Oleh sebab itu, persepsi yang keliru ini harus dihentikan. "Tetapi seharusnya kita tidak hanya pandai bersaing, namun juga pandai bekerja sama," ungkapnya.